DEMA FEBI- Dewasa ini sosial media diwarnai cengkraman yg disuguhkan para aktivis perempuan bahkan dari kaum laki-laki yang menuntut keadilan, kesetaraan, pemenuhan hak, serta porsi yg sama dalam kehidupan sosial seorang perempuan. Kritik terhadap budaya patriarki dan berbagai tradisi yang mengkerdilkan perempuan sepanjang sejarah peradaban manusia.
Sejarah peradaban dunia adalah sejarah perkembangan umat manusia. Yang merupakan dinamika sebab akibat yg selalu memiliki relasi dengan berbagai peristiwa, dari sejak perang menggunakan batu dan panah hingga menggunakan bom atom. Demikianlah perkataan H. Kenzou Alvarendra (penulis Buku Babon Sejarah Dunia).
Dalam peradaban manusia, sangat dibuktikan bahwa eksistensi perempuan berada pada nomor urut kedua setelah didominasi oleh kaum Adam. Hampir segala sektor kehidupan digerakkan oleh kaum laki-laki. Hal inilah yg menuai perbincangan hangat kontroversial kaum cendekiawan yang biasa ditemani secangkir kopi hangat sembari tangan kiri memegang mesra sebatang rokok. Katanya pembangkit sensasi sekaligus menyalur aspirasi. Ckckck
Hemat saya, hampir semua agenda dan kekuatan besar di dunia yangg pernah ada, itu kemudian digerakkan oleh kaum laki-laki. Contoh misalnya, beberapa peperangan terbesar di dunia yang pernah terjadi yang sangat berpengaruh terhadap tatanan dunia hingga hari ini. Perang Badar dipimpin oleh Rasulullah SAW., Perang Salib sebanyak 9 kali dipimpin oleh seperti Paus Urbanus dari Aliansi Kristen sementara panglima perang pihak muslim dipimpin oleh seperti Salahuddin, Barbarossa dan petinggi Turki Seljuk pada masanya. (Kenzou Alvarendra: 169). Bahkan penggerak dan prajurit perang dunia I dan perang dunia II juga didominasi oleh kaum laki-laki seperti keterlibatan Adolf Hitler dari pihak Jerman Nazi, Hitaki Tojo panglima perang Jepang, dan masih banyak lagi tokoh berpengaruh di dunia yang mayoritas dari kaum laki-laki. Terlebih lagi perang perjuangan melawan kolonialisme barat, perjuangan Maluku dipimpin Kapitan Pattimura, Perlawanan bugis Makassar oleh Sultan Hasanuddin dan Arung Palakka untuk rakyat Bone. Fakta diatas adalah hal yang wajar karena ketika suatu komunal, kelompok, organisasi, kerajaan ataupun negara memiliki prinsip Glory Oriented maka perang fisik merupakan langkah ampuh yang terbukti dari sejarah yang ada.
Ideologi membutakan manusia dari kenyataan yang sesungguhnya (Karl Marx dalam Takwin, 2003: 6). Dari pernyataan tersebut, ia senada dengan pendapat salahsatu filsuf Muslim bahwa ideologi yang merupakan prinsip hidup yang menyentuh psikologi dan jiwa individu untuk bertindak (Murtadha Muthahhari dalam bukunya Bebas tuntas fitrah), hal ini perlu diperhatikan ketika berada pada lingkar emansipasi bahwa jangan sampai karena semangat itu membutakan seseorang dalam menuntut porsi lebih. Hal inilah yang saya anggap bahwa dominasi kaum Adam mengisi ruang publik tidak semestinya selalu dipandang sebagai warisan patriarki. Artinya pendekatan secara kontekstual sangat dibutuhkan saat bertindak dan mengisi ruang produktif publik antara dua jenis kelamin tersebut.
Senada pada umumnya menurut rata-rata hasil penelitian menyatakan bahwa jika ingin menguasai dunia kemudian mendirikan peradaban maka harus menguasai beberapa sektor dalam kehidupan mulai sistem arus keuangan dunia, media propaganda, rekonstruksi budaya, nuklir maupun alutsista, kekuatan militer, sumber energi (minyak bumi, gas alam, listrik dan energi lainnya), pemerintahan dan ideologi. Jadi menurut hemat saya, jika laki-laki lebih kuasa sebagai penggerak beberapa kekuatan diatas, itu hal yang wajar saja karena pada umumnya laki-laki diaminkan memiliki kekuatan fisik yg lebih dari perempuan, mengutamakan akal dibanding rasa, maskulinitas, dan secara biologis tidak mengalami reproduksi keturunan seperti melahirkan dan menyusui.
Tidak bisa dibayangkan ditengah meletusnya sengketa nuklir bahkan peperangan, seorang perempuan yang menjadi panglima perang sementara melahirkan atau menyusui tentu merupakan hal yang menghawatirkan.
Saya tidak mengatakan bahwa perempuan adalah mahluk lemah tetapi pada hakikatnya laki-laki lebih wajar jika menempatkan dirinya untuk menggerakkan beberapa kekuatan yang saya sebutkan diatas. Oleh sebab itu, senada yang dikatakan Sang Proklamator bangsa ini Ir. Soekarno “dibalik kesuksesan seorang laki-laki, terdapat perempuan hebat di belakangnya”. Sejatinya perempuan bukan berada di belakang tetapi berada disisi untuk mendampingi. Kenapa tidak karena percikan kelembutan perempuan dibutuhkan untuk penetralisir gejolak amarah laki-laki apabila berlebihan.
Untuk merefleksi tentang porsi perempuan di kehidupan sosial, semestinya yang harus diaminkan secara kolektif adalah bagaimana seorang laki-laki mampu untuk menghargai dan memuliakan hak-hak sosial perempuan mulai cara komunikasi yang baik, penggunaan kata yang santun, pergaulan yang manusiawi , menjaga dan mengangkat harga diri perempuan.
Sistem patriarki memang berlebihan untuk mengkerdilkan perempuan dan itu hal wajar menuai kritik. Namun ditengah menyuguhkan kritik, dilain sisi pendekatan Kontekstualitas harus diperhatikan untuk kemaslahatan umat. Yang saya maksud adalah proses sinkronisasi antara sumber daya (fisik, kekuatan, rasa dan pemikiran) yang kita miliki dengan porsi sosial yang harus diisi baik oleh laki-laki maupun perempuan demi kepentingan umat. Karena menyangkut kepentingan umat dan kemaslahatan negara, menurut saya pemberian porsi dominan kepada laki-laki itu hal yang wajar apabila sesuai dengan kapasitas SDMnya sebagai lelaki seperti menjadi aparatur negara, menduduki kursi pemerintahan, bahkan menjadi pemimpin negara jika diatas standar.
Sederhananya seperti ini, jikalau terdapat dua calon pemimpin antara seorang perempuan dan seorang laki-laki, sementara keduanya memiliki kapabilitas serta kualitas yang sama, potensi materi dan non-material yang imbang, maka hemat saya lebih prioritaskan seorang laki-laki untuk mengisi porsi tersebut. Kemudian perempuan mengisi porsi lain yang lebih membutuhkan kelembutan dan keramahan seperti pembendaharaan, administratif, dan lainnya. Namun jika kaum maskulin lagi absen, maka kaum perempuan menjadi penggerak utama. Karena satu hal yang tidak bisa dipungkiri, bawaan biologis seseorang perempuan sejak lahir seperti proses reproduksi itu cukup mengkhawatirkan apabila terjadi pada waktu yang sama dengan kesibukan mengurus negara dan orang banyak.
Perempuan dan laki-laki merupakan satu elemen kompleks yang saling membutuhkan, dominan bukan berarti titipan Patriarki, ruang publik bukan kue yang mesti diperebutkan banyak tangan. Lebih baik memberi daripada saling kebiri. Salam Pergerakan..
Marhaban ya Ramadhan, Selamat menunaikan ibadah puasa bagi yang menjalankan.
*Penulis Merupakan Mahasiswa Jurusan Ekonomi Islam Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) Semester VIII