Apa yang terlintas dalam benak dan fikiran kalian ketika mendengar kata PSBB ini?
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), yang dimaksud dengan PSBB adalah pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi Covid-19 untuk mencegah penyebarannya.
Mengenai aturan pelaksanaannya dari PP (Peraturan Pemerintah) telah tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2020 tentang pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019. Berdasarkan peraturan tersebut, PSBB dalam hal ini banyak kegiatan diliburkan atau diberhentikan sejenak selama pandemi covid-19, seperti sekolah dan tempat kerja, Kegiatan pembatasan keagamaan, Pembatasan kegiatan ditempat atau fasilitas umum, Pembatasan kegiatan sosial dan budaya, Pembatasan moda transportasi, dan Pembatasan kegiatan lainnya khusus terkait aspek pertahanan dan kemanan.
Lantas apa saja yang diperbolehkan selama PSBB diberlakukan? Masyarakat boleh keluar untuk membeli kebutuhan pokok hidupnya dalam hal ini masyarakat masih dibolehkan keluar selama masa PSBB tetapi hanya untuk memenuhi kebutuhan pokok saja, Kegiatan olahraga ini diperbolehkan dilakukan di luar rumah yang tidak jauh dari lingkungan tempat tinggal, Masyarakat masih bisa untuk kluar masuk disuatu wilayah, hanya saja ada sebagian titik atau posko penjagaan yang mengharuskan kitaa untuk melakukan pemeriksaan atau paling tidak kita harus melewati yang namanya penyemprotan disenfektan, dan akan masuk dalam kategori ODP (orang dalam pengawasan) dalam hal ini segala aktivitas atau kegiatannya akan di pantau setiap saat oleh petugas.
Bagaimna dengan kebijakan yang diterapkan pemerintah saat ini? Apakah ini ialah suatu kebijakan yang tepat untuk menangangi pandemi Covid-19, yang dimana segala aktivitas sosial masyarakat itu tidak dibiarkan lagi, dalam hal ini pemerintah menyarankan untuk tetap dirumah saja demi memutus rantai penyebaran virus corona tersebut. Padahal ketika kita sadari bahwa untuk penerapan PSBB ini butuh kekompakan yang membuat efektifnya pemberlakuan PSBB ini, yang dimna seharusnya masyarakat, RT, RW dan seluruh elemen itu harus tertib dan menjalankannya untuk penerapan kebijakan pemerintah soal PSBB juga dalam hal ini pemerintah mestinya peduli terhadap masyakatnya.
Menurut pemerintah Kebijakan PSBB ini sangat efektif untuk mengurangi penyebaran virus maka dari itu pemerintah menetapkan keadaan seperti sekarang ini. sedangkan yang kita lihat sekarang bahwa dampak dari PSBB banyak menimbulkan keluhan bagi sebagian masyarakat, terlebih kepada kaum buruh ataupun orang-orang yang bergantung kehidupannya di jalan. Contohnya seperti, tukang becak, para karyawan dan pegawai negeri. Karena WFH (working from home) ini atau istilah #dirumahsaja yang dimana hanya kaum-kaum tertentu yang bisa melakukan hal tersebut. Mengapa demikian? Karena, tidak semua pekerjaan di indonesia bisa dilakukan secara daring atau online. Faktanya lebih banyak aktivitas produktif yang di lakukan bagi masyarakat diluar rumah selain itu.
rakyat seolah dihadapkan pada 2 pilihan:
Mati kelaparan karena di rumah saja, atau pergi berjuang “tapi dalam hal ini ia bisa di kenakan sanksi”.
yang paling penting kita pahami dan paling mendasar bahwa HAM adalah hak untuk hidup, dan itu sudah tersirat dalam pembukaan UUD 1945 bahwasanya HAM yang paling mendasar untuk dipenuhi ialah menjaga eksistensi warga negaranya tersebut. Ketika kegiatan masyarakat dibatasi lantas bagaimana dengan kehidupan masyarakat tersebut yang terhalang karena di terapkannya PSBB. Bagaimna dengan mata pencaharian mereka? Mereka tidak dapat lagi berbuat apa-apa, bahkan tidak diberi makan. Menurut saya jika mengacu pada hak mendasar dari HAM, hal tersebut termasuk salah satu pelanggran dari HAM.
Sedangkan jika pemerintah menerapkan untuk UU No. 6 Tahun 2018 tentang karantina kesehatan, ketika kita berbicara mengenai hirarki perundang-undangan dimana kedudukan UU NO.6 Tahun 2018 dibandingkan dengan peraturan pemerintah atau peraturan pemerintah pengganti undang-undang itu diatas satu tingkat. Seharusnya peraturan tentang karantina kesehatan itu yang di terapkan. Dimana disalah satu butir UU tersebut temaktub juga di dalamnya bahwa pemerintah wajib mengeluarkan dana untuk kebutuhan pokok masyarakat.
Jika di PSBB tetap diterapkan logikanyaa seperti ini, masyarakat tidak di perbolehkan beraktivitas diluar rumah, diatur segala macam kegiatannya yang diruang publik tetapi nyatanya sebagian masyarakat proletar tidak mendapatkan kebutuhan pokoknya. Nah, hal tersebutlah yang menjadi tumpang tindih karena peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah itu sendiri kurang efektif.
Bukannya menilai hal yang negatif untuk pemerintah akan tetapi saya rasa dalam hal ini pemerintah kurang efektif dan seharusnya bijak dalam mengambil kebijakan untuk memperhatikan kembali rakyat-rakyat proletar dalam hal ini dapat memenuhi kebutuhan pokoknya, karena dapat diartikan juga bahwa dalam hal ini pemerintah tidak lagi peduli dengan masyarakatnya.
Dengan ulasan di atas kita perlu merefleksi (atau mempertanyakan kembali) keseriusan pemerintah dalam penanganan wabah yang telah menyengsarakan masyarakat. Tentunya sebelum mengambil kebijakan penuh, Pemerintah juga seharusnya bisa lebih memperhatikan lagi kondisi yang dirasakan masyarakatnyanya. Karena Pemerintah dapat dikatakan gagal dalam memenuhi apa yang menjadi kebutuhan masyarakatnya dalam keadaan seperti sekarang ini. Apalagi negara hadir hanya sebagai alat pengontrol kelas terhadap masyarakat. Negara tidak mengabdi kepada seluruh kepentingan rakyat namun negara seakan-akan mengabdi hanya kepada kepentingan kelas sosial tertentu, yang mungkin kita bisa sebut sebagai borjuis.
Penulis : Muh. Ilham Syahrul, ( Ekonomi Islam, Angkatan 2017 )