Ulul albab secara bahasa berasal dari dua kata: ulu dan al-albab. Ulu berarti ‘yang mempunyai’, sedang al albab mempunyai beragam arti. Kata ulul albab muncul sebanyak 16 kali dalam Alquran. Dalam terjemahan Indonesia, arti yang paling sering digunakan adalah ‘akal’. Karenanya, ulul albab sering diartikan dengan ‘yang mempunyai akal’ atau ‘orang yang berakal’. Al-albab berbentuk jama dan berasal dari al-lubb. Bentuk jamak ini mengindikasikan bahwa ulul albab adalah orang yang memiliki otak berlapis-lapis alias otak yang tajam.
Penelusuran terhadap terjemahan bahasa Inggris menemukan arti yang lebih beragam. Ulul albab memiliki beberapa arti, yang dikaitkan pikiran (mind), perasaan (heart), daya pikir (intellect), tilikan (insight), pemahaman (understanding), kebijaksanaan (wisdom).
Pembacaan atas beragam tafsir ayat-ayat yang mengandung kata ‘ulul albab’ menghasikan sebuah kesimpulan besar: ulul albab menghiasi waktunya dengan dua aktivitas utama, yaitu berpikir dan berzikir. Kedua aktivitas ini berjalan seiring sejalan.
Ulul Albab di Zaman Rasulullah
Pada zaman Rasulullah dan berlanjut di zaman Khulafahurasyidin banyak sekali melahirkan tokoh-tokoh pemikir islam atau cendikiawan muslim yang memiliki minat dan bakat pada ilmu pengetahuan. Semua formasi dan kebutuhan terpenuhi — mulai dari bidang ekonomi, politik, sosial, sains, perang dan lain-lain. Contohnya seperti Sa’ad bin Abi Waqqas, Muadz bin Jabal, Khalid bin Walid, Salman Al-Farisi dan masih banyak lainnya.
Pada zaman tersebut sudah tidak mengherankan kalau memang maju dan disegani. Sebab Rasulullah telah menyampaikan amanah yang disampai oleh Allah lewat surah pertama yang turun dalam Al-Qur’an: Al-Alaq — yang mana dalam surah tersebut Allah memerintahkan kepada hambanya agar senantiasa membaca — menambah dan memperkaya ilmu dan iman.
Lewat ilmu pengetahuan, wahyu, dan kelebihan dari Rasulullah — Rasulullah sukses menghapus tirani kezaliman orang-orang kafir Quraisy, memperbaiki status dari budak dan perempuan, dan menciptakan ketertiban umum (ekonomi dan sosial), toleransi yang sangat tinggi juga diajarkan oleh beliau, di mana Yahudi, Nasrani, dan Islam hidup dengan penuh kedamaian.
Semua kemajuan tersebut diperoleh lewat kecintaan para ummat Rasulullah pada ilmu pengetahuan. Kemahsyuran era kepimpinan Rasul bahkan tersebar seantero dunia.
Pengaruh Ulul Albab di Indonesia Terhadap Sprit Kemerdekaan
Selama masa perjuangan, generasi Muslim terdidik baru terkonsolidasi sekitar awal abad ke-20. Perlawanan fisik kini bermetamorfosis menjadi perlawanan yang lebih mengandalkan kekuatan ilmu. Sejarah menyaksikan lahirnya Sarekat Islam (1911) yang memiliki gagasan-gagasan revolusioner untuk melepaskan rakyat Indonesia dari kungkungan Belanda. Organisasi yang didirikan HOS Cokroaminoto ini menjadi katalisator politik kepentingan rakyat Indonesia yang ingin segara bebas dari kesengsaraan akibat kolonialisme itu. Disusul kemudian dengan gerakan-gerakan lain yang turut melengkapi hadirnya SI. Di Yogja lahir Muhammadiyah (1912). Di Bandung lahir Persatuan Islam (1923). Di Surabaya, lahir Nahdhatul Ulama (1926). Di Sumatera lahir Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti) dan Persaudaraan Muslimin Indonesia (Permi). Di beberapa tempat yang lain lahir gerakan-gerakan. Walaupun aksentuasi yang dibawa berbeda-beda, namun semuanya memiliki cita-cita yang sama: “Bebaskan Indonesia dari Belanda!”
Melalui persatuan umat muslim Indonesia yang tergolong ulul-albab dalam organisasi dan tentunya saling terkonsolidasi, membuat pergerakan dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dari kungkungan Kolonialisme dan Imperaliasme semakin kokoh dan mantap. Tentu saja semua niat, upaya, doa, tekad, dan ikhtiar itu tidak lahir secara cuma-cuma, tapi melalui serangkaian proses panjang yang dijalani oleh masing-masing ulul albab yang cinta terhadap ilmu dan agamanya. Sehingga melahirkan insan-insan progresif dan militan, kemudian secara sadar penuh menjalakan amanah dan tanggungjawabnya sesuai koridor-koridor Islam.
Kritik Intelektual Muslim di Indonesia
Maraknya problem yang menimpa Indonesia saat ini tidak terlepas dari perbuatan tangan-tangan yang zalim dan sudah sejatinya perbuatan tersebut kita lawan dan perangi. Untuk menggalang dan menggerakkan manusia, adalah dengan menyentuh jiwanya melalui pendekatan ilmu pengetahuan ulul albab: mubaligh, ustad, ulama, dan para pemuka agama lainnya.
Kita bisa menyaksikan secara langsung bagaimana hukum bersifat tumpul ke atas dam tajam ke bawah, pengrusakan tanah-air-udara-hutan yang disebabkan oleh aktivitas produksi pabrik-pabrik korporasi yang tamak, kemiskinan dan kesenjangan sosial, dan masih banyak masalah lainnya. Hal tersebut merupakan rangkuman yang seharusnya diawasi oleh para intelektual muslim, mengkririsinya, dan menyusun solusi-solusi untuk memperbaiki keadaan tersebut. Akan tetapi, sangat disayangkan, justru topik yang seperti itu tidak menarik bagi intelektual muslim, khususnya di Indonesia, untuk mengkajinya. Sebaliknya, yang sering tampil di media justru topik-topik yang mengundang sensasi saja, tidak esensial dan substantif. Taruhlah misal materi tentang nikah muda, poligami, atau perdebatan-perdebatan tentang simbol-simbol yang sejatinya hanya persoalan konspirasi yang remeh-temeh.
Jadi tidak mengherankan jika pola pikir masyarakat bersifat destruktif, sebab itu semua berangkat dari watak dan tabiat ulul-albabnya yang tidak peka melihat kebutuhan umatnya. Dan kepalanya hanya berorientasi profit dan popularitas. Sudah saatnya kita sadar bahwa kemajuan dan peradaban ada di tangan para ulul-albab yang cerdas dan beriman. Wallahua’lam bi showab.