Dalam rukun Islam keempat mengharuskan seorang muslim mengeluarkan sebagian harta atau biasa disebut zakat. Zakat adalah bentuk kepedulian sosial yang memiliki potensi sangat besar untuk kemaslahatan umat terutama dalam perekonomian. Selain bentuk kepedulian sosial juga salah satu cara untuk mendekatkan diri kepada sang pencipta dan bernilai ibadah disisi Allah SWT. Ibadah ini diwajibkan oleh Islam bagi orang-orang yang memiliki kekuatan finansial untuk membukakan ruang kepada mereka yang kurang mampu.
Quraish Shihab juga menjelaskan betapa sangat pentingnya zakat yang merupakan rukun Islam yang keempat, seperti yang dijelaskan pada surat Al-Baqarah ayat 43 : “Dan laksanakanlah salat, tunaikanlah zakat, dan rukuklah beserta orang yang rukuk”.[1]
Banyak kemungkinan kenapa masyarakat kita hari ini kurang memahami konsep Islam. Salah satu mungkin karena ada yang namanya tingkat keimanan. Dalam artian bahwa kita telah dikondisikan oleh sistem yang dibuat oleh pemuka-pemuka agama. Seperti ketika rajin melaksanakan shalat lima waktu kemudian orang itu dianggap beriman. Hal itu akan berdampak pada pengetahuan kita terhadap Islam. Padahal banyak ibadah yang hadir karena melihat persoalan sosial salah satunya adalah zakat.
Zakat adalah ibadah yang berhubungan dengan kekayaan. Pertumbuhan dan perkembangan kekayaan harta manusia yang mendatangkan hasil yang memberikan pengaruh terhadap perkembangan zakat, khususnya zakat maal (harta). Seseorang yang memenuhi syarat-syaratnya yaitu seorang muslim yang mempunyai kekayaan tertentu seperti kekayaan itu telah mencapai nisabnya maka wajib mengeluarkan zakat maal.
Zakat merupakan bentuk ibadah yang memiliki dua dimensi. Pertama dimensi vertical yang merupakan wujud dari ketaatan seorang hamba kepada rabbnya. Kedua dimensi horizontal atau dimensi sosial yang merupakan perwujudan dari sikap peduli kepada sesama dari seorang muslim. Hal ini merupakan wujud dari Islam sebagai agama yang rahmatan lil alamin.[2]
Zakat merupakan instrumen dalam sistem ekonomi islam yang jika direalisasikan, kesejahteraan masyarakat akan meningkat dan otomatis berkurangnya angka kemiskinan yang ada di negeri ini.
Dalam masyarakat modern cenderung tidak menerima jika mengeluarkan hartanya untuk zakat. Kemungkinan mereka menganggap bahwa ini tidak masuk akal karena harta kita adalah hasil keringat sendiri dan untuk apa membagikannya kepada orng lain yg tidak ada kontribusi dalam proses mendapatkan harta tersebut.
Pandangan seperti ini yang membuat banyak masyarakat utamanya ummat Islam yang enggan untuk mengeluarkan zakat, sekalipun mereka tahu kalo ibadah ini wajib bagi yang memiliki kekuatan finansial. Pada umumnya masyarakat akan lebih memilih untuk menikmati kekayaan harta mereka sendiri ketimbang mengeluarkannya untuk sesuatu yang tidak memiliki timbal balik kepadanya.
Jika demikian masyarakat hari ini memang memiliki pola pikir materialis sebab instrumen yang dipakai untuk hidup pasti tidak jauh dari hal-hal duniawi. Dunia akan membawa kita pada materi yang menyenangkan dan membuat kita lupa pada persoalan bersama di sekitar kita. Semisal berbicara kesejahteraan untuk semua kalangan. Maka dari itu kita harus paham secara sosial-ekonomi bahwa ternyata zakat dan wakaf ingin memberi pesan bahwa untuk mengakumulasi harta sebanyak-banyaknya atau menumpuk-numpuk harta itu dilarang agar sirkulasi harta bisa merata tidak hanya pada satu tempat saja.
Mayoritas masyarakat di Indonesia adalah muslim dan seharusnya optimalisasi zakat bisa terealisasikan. Tapi pada kenyataannya, ketika kita berkunjung di lembaga pengumpul zakat pasti kita akan mendapatkan data yang cukup mencengangkan karena hanya sedikit dari banyaknya penduduk yang ingin mengeluarkan zakat. Kelemahan yang ada pada masyarakat ialah kurang produksi pengetahuan yang kuat dan kokoh. Hal ini tidak bisa dianggap sepele. Memperbaharui dan meningkatkan pengetahuan memiliki pengaruh besar dalam memperbaiki pola pikir masyarakat yang masih sangat awam apalagi dalam aspek ekonomi.
Proses penyadaran dalam tubuh Masyarakat akan sedikit sulit karena kita akan dibenturkan pada kenyataan bahwa masyarakat kurang memiliki minat untuk memenuhi asupan pengetahuannya. Dalam pikirannya mungkin hanya persoalan mengakumulasi kekayaan, hal ini terjadi karena adanya konstruksi pola pikir bahwa kebahagiaan akan didapatkan melalui kekayaan.
Saya pernah bertanya kepada beberapa orang perihal zakat dan jawaban yang saya dapatkan cukup keliru. Hal yang mereka angga sebagai zakat adalah sedekah yang ia telah bagikan ke orang lain. Padahal dua hal ini sangat berbeda dari segi hukum, syarat dan bentuk materi yang diberikan.
Dari sini saya bisa menarik kesimpulan bahwa masih banyak di antara kita yang gagal paham tentang zakat itu sendiri. Padahal orang-orang yang saya tanyai adalah mereka yang rajin melakukan ritual-ritual agama tetapi jawaban yang mereka berikan sedikit membingungkan. Apalagi hal itu keluar dari mulut orang-orang yang selalu menasehati saya tentang agama.
Seperti yang sebutkan di awal bahwa zakat ini sebenarnya memperingatkan kita untuk tidak mengakumulasi kekayaan sebanyak-banyaknya. Hal ini akan mempengaruhi kondisi ekonomi. Ketika ada pembentukan kekayaan yang luar biasa, maka di waktu yang sama akan ada juga produksi kemiskinan.
Akibatnya distribusi kekayaan akan menjadi tidak stabil. Banyak orang yang mati kelaparan, pemuda menjadi pengangguran karena tidak memiliki kemampuan untuk mengakses pendidikan, anak-anak mulai bekerja untuk membantu perekonomian keluarga dan masih banyak lagi permasalahan akibat dari siklus perputaran kekayaan yang tidak merata.
Maka dari itu zakat sangat kita butuhkan sebagai solusi dalam memperbaiki struktur kehidupan pada aspek ekonomi. Dengan harapan tidak aka nada lagi manusia merasakan kelaparan dan mati konyol disamping gudang makanan.
Pemerintah sebagai pengatur dan pembuat kebijakan dalam tatanan masyarakat bisa meniru atau mengoptimalkan zakat. pembangunan infrastruktur yang dilakukan oleh pemerintah memanglah penting tapi kesejahteraan masyarakat adalah prioritas utama. Bukan berarti pembangunan tidak penting tetapi untuk apa semua itu hadir ketika hanya mereka yang tergolong mampu bisa menikmatinya .
Selain meningkatkan kesejahteraan melalui zakat, saya yakin bahwa spritualitas seorang muslim akan meningkat. Sebab hal ini adalah perintah yang selalu Allah SWT sebutkan dalam Al-Qur’an. Secara tidak langsung ibadah ini menjadi alat untuk bisa lebih dekat dengan sang pencipta.
Jika zakat direalisasikan, pada akhirnya struktur tatanan yang tejebak dalam kemiskinan akan terbebaskan oleh sistem yang memiliki orientasi kemaslahatan. Tidak akan ada lagi orang kelaparan, kesengsaraan dan semua yang kita tidak bisa terima kenyataannya. Manusia-manusia akan berdamai dengan sesamanya.
Dari penjelasan-penjelasan di atas bisa kita tarik kesimpulan bahwa zakat adalah salah satu solusi dalam permasalahan ekonomi yang dirasakan masyarakat saat ini. Ketidak stabilan siklus kekayaan yang harus dipatahkan karna sudah sangat jelas dalam Islam menumpuk-numpuk harta itu dilarang.
Saya pikir jika kita melandaskan Al-Qur’an dan hadis sebagai pedoman kita dan Rasullullah SAW adalah panutan dengan merefleksikan kembali perjuangan-perjuangan beliau khususnya sistem ekonomi islam, maka tidak akan ada lagi yang merasa sengsara bahkan umat Islam akan sejahtera dalam hidupnya baik dalam hal dunia maupun di akhirat selama kita mengikuti apa yg diperintahkan Allah SWT dan menjauhi larangannya.
Sumber:
[1] Mustaqim Makki. (2019). Tafsir Ayat-Ayat Zakat Sebagai Penguat Konsep Filantropi Ekonomi
Keummatan. Jurnal Qawanin, Vol. 3 No. 2 Hlm 125.
[2] Qurratul Aini Wara Hastuti. (2014). Urgensi Manajemen Zakat Dan Wakaf Bagi Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat. Jurnal Zakat dan Wakaf, ZISWAF, Vol. 1 No. 2 Hlm 380.
Penulis : Al Mugni