Senin, 25 September 2023. Sekitar 300 massa aksi yang terdiri dari puluhan organisasi yang tergabung dalam aliansi Protes Rakyat Indonesia (PRI) Sulsel memadati kolong Fly Over Makassar pada momentum Hari Tani Nasional 2023. Aksi yang dimulai sekitar pukul 14.30 wita dimulai dengan arahan dari koordinator aksi untuk merapikan barisan serta serta membentangkan panji-panji serta spanduk dan petaka yang sudah disiapkan untuk memeriahkan aksi. Yang paling mencolok dalam aksi tersebut adalah pembentangan spanduk raksasa berukuran 8 x 4 meter dari atas Fly Over yang bertuliskan “Perkuat Persatuan Gerakan Rakyat Untuk Mewujudkan Reforma Agraria Sejati, Penegakan HAM & Demokrasi.” yang merupakan tema utama pada aksi PRI Sulsel.
Dari atas mobil komando, Supianto selaku koordinator aksi memulai dengan menggambarkan kondisi rakyat saat ini. “Dua periode pemerintahan Joko Widodo adalah periode penuh ilusi bagi kaum tani dan rakyat tertindas lainnya. Pemerintahan Jokowi terus menghujani rakyat dengan berbagai regulasi dan kebijakannya yang semakin menyengsarakan kaum tani, Masyarakat luas pedesaan dan rakyat tertindas lainnya. Dalam periode kedua pemerintahannya, seluruh program ilusif Nawacitanya, tidak terbukti sanggup memperbaiki penghidupan kaum tani dan rakyat secara luas. Penghidupan masyarakat terus mengalami kemerosotan, utamanya masyarakat yang tinggal di pedesaan. Program reforma agraria yang telah diluncurkan sebagai salah satu program paling popular dalam seluruh paket Nawacita Jokowi, kenyataannya telah menjadi program yang secara terbuka menipu kaum tani dan masyarakat luas pedesaan, dan telah menjadi skema legal yang semakin melestarikan perampasan dan monopoli tanah. Reforma agraria “palsu” Jokowi telah membuka syarat dan fasilitas konsolidasi tanah yang semakin luas untuk berbagai proyek rakus tanah atas nama Pembangunan. Semakin diperkuat dengan regulasi populernya saat ini, yaitu Omnibus law. Jokowi telah semakin leluasa menfasilitasi pergerakan modal kapitalis-kapitalis besar asing memonopoli tanah dan mengeruk sumberdaya alam di tanah Indonesia.” Tegas Ijul sapaan akrabnya.
Dia kemudian menambahkan bahwa penjarahan atas sumber daya alam tidak lepas dari pelayanan eksklusif dari rezim atas oligarki. “Penjarahan sumberdaya alam melalui proyek-proyek perkebunan, pertambangan dan energi, pembangunan infrastruktur secara massif, bahkan program pangan, semuanya sekaligus sebagai fasilitas untuk menggerakkan dan membiakkan kapital para pemodal besar (kapitalis) yang terus menumpuk. Juga sebagai sumber penyediaan bahan baku produksi atas kepentingan industri dan pangan yang dilakukan secara monopoli. Semua terus dijalankan dan disertai dengan represifitas dan berbagai bentuk pelanggaran HAM, perusakan terhadap lingkungan dan, pemerosotan terhadap penghidupan sosial dan ekonomi masyarakat. Ilusi kemakmuran dan pengentasan kemiskinan melalui seluruh skema tersebut, kenyataannya justeru semakin mempermudah penjarahan dan pengerukan sumberdaya alam, terus menghisap tenaga klas buruh, kaum tani, nelayan dan suku bangsa minoritas, serta klas-klas tertindas lainnya.” Tegasnya.
Orasi silih berganti dari tiap-tiap orator nyaring terdengar menyampaikan problem-problem rakyat. Bergitupun sambutan dari massa aksi semakin menambah semangat serta semakin memeriahkan jalannya aksi.
Selain di Fly over, sekitar puluk 16.00 wita massa aksi bergeser kedepan kantor DPRD Provinsi Sulsel untuk melanjutkan aksinya. Disana, PRI Sulsel berencana untuk melakukan pembentangan spanduk raksasa di pekarangan kantor DPRD Provinsi Sulsel tepatnya di dekat tangga utama. Namun apa yang mereka rencanakan tidak mendapatkan persetujuan dari wakil ketua DPRD Provinsi Sulsel Syafaruddin Alrif. “Kalau semua mau masuk tidak bisa. Karena ada rapat juga didalam.” Ungkapnya.
Apa yang disampaikan oleh wakil ketua DPRD kemudian di timpal oleh Iqbal selaku humas aliansi. Dia menyampaikan bahwa yang aliansi ingin lakukan hanyalah pembentangan spanduk, bukan diskusi maupun berdialog dengan pihak DPRD. “Seharusnya rakyat tidak dihalang-halangi untuk masuk ke rumahnya sendiri. Apalagi agenda kami hanyalah pembentangan spanduk untuk mempertegas sikap aliansi serta simbol bahwa DPRD Provinsi Sulsel tidak serius membahas masalah-masalah yang diahadapi oleh rakyat Sulawesi Selatan. DPRD Sulsel semakin memperlihatkan wataknya yang anti demokrasi.”
Iqbal juga menjelaskan kepada media beberapa masalah yang terjadi di Sulsel. “Terkhusus di Sulawesi Selatan, rakyat terus diperhadapkan dengan skema pembangunan yang tidak berbasis pada kepentingan rakyat. Bisa dilihat dari berbagai contoh seperti rencana reklamasi pulau Lae-lae, pengembangan Kawasan Industri Bantaeng, pembangunan MNP, rencana penggusuran Barabarayya, dll. Selain itu rakyat juga diperhadapkan dengan monopoli tanah yang massif baik dilakukan oleh negara maupun swasta seperti PTPN XIV Takalar (Perkebunan Tebu) dan PT. Lonsum Bulukumba (Perkebunan Karet) dimana dalam perjalannya tidak lepas dari praktik perampasan tanah petani. Beberapa kasus di atas tidak terlepas dari peran negara baik sebagai penyelenggara maupun penyedia regulasi yang semakin menjerumuskan rakyat dalam pusaran penderitaan dan penghisapan. Ujungnya kerap kali ditemui upaya pengusiran, penangkapan, penggusuran, dsb, kepada rakyat yang bermukim maupun yang berupaya melawan kebijakan pemerintah. Kekerasan yang dialami oleh warga Rempang yang saat ini masih hangat memiliki kesamaan dengan KIBA, MNP dan Geotermal Toraja di Sulsel yaitu sama-sama berstatus sebagai PSN. Tidak menutup kemungkinan kekerasan yang sama bisa terjadi pada rakyat Sulsel.” Tegasnya.
Dipantau langsung dari lapangan, massa aksi PRI Sulsel kemudian memutuskan memasang spanduk raksasa didepan pintu utama DPRD Provinsi Sulsel. Ini juga sebagai simbol bahwa gedung DPRD Sulsel di segel oleh rakyat dan semakin tidak mendapatkan kepercayaan dari rakyat.
Adapun tuntutan rakyat yang tertuang dalam sikap PRI Sulsel adalah sebagai berikut :
1. Tolak Perpanjangan HGU PTPN XIV Takalar.
2. Tolak Pembaruan HGU PT Lonsum Bulukumba.
3. Tolak Reklamasi Pulau Lae Lae.
4. Lawan Upaya Penggusuran Barabarayya.
5. Hapus Konsesi PT Vale di Kebun Merica Petani di Loeha Raya.
6. Hapus Konsesi Tambang Pasir Laut.
7. Cabut UU Cipta Kerja.
8. Tolak RUU Sisdiknas Lawan Liberalisasi, Privatisasi dan Komersialisasi Pendidikan.
9. Berikan Jaminan Kesehatan dan Keselamatan Bagi Warga dan Pekerja Sektor KIBA.
10. Cabut IUP TII Toraja.
11. Hentikan Aktifitas PLTA Malea.
12. Tolak Geothermal di Toraja.
13. Selesaikan Kasus Pelanggaan Hak Pekerja di BUMN.
14. Hentikan Kriminalisasi Rakyat , Tangkap dan Adili Pelaku Kejahatan Ketenagakerjaan.
15. Evaluasi Perizinan Industri Dikawasan Pendidikan dan Kesehatan